Jumat, 17 Februari 2012

" TAHUN (2012)"


Tahun ini kusebut tahun penuh bunga,
Karna di tahun ini, hari-hari yang ku lewati terasa begitu indah.

Tahun Ini kusebut tahun kebahagiaan,
Karna di tahun ini, jarang ku usap air yang mengalir dari kedua biji mata ku.

Tahun ini kusebut tahun tujuan,
Dimana di tahun ini, aq mencoba membangun kembali impian ku sehingga aku memiliki tujuan hidup kedepannya.

Tahun ini kusebut tahun ketulusan,
Karna di tahun ini, semua perasaan tumbuh dengan sendirinya.

Tahun ini ku sebut tahun penuh canda,
Karna di tahun ini, hiasa hidup ku adalah canda dari mu.

Tahun ini kusebut tahun kebangkitan,
Tahun dimana aku kembali mencoba membangkitkan rasa percaya ku yang telah hilang.

Tahun ini kusebut tahun pencerahan,
Dimana di tahun ini aku bisa melihat arah masa depan ku meskipun itu belum pasti.

Tahun ini merupakan awal,
Tahun ini merupakan lembaran baru,
Tahun ini merupakan suatu perjuangan,
Tahun ini merupakan landasan ku untuk berpijak menuju masa depan.

(R4HM4, 18 Februari 2012)

Jumat, 10 Februari 2012

C3RP3N: "H4NY4 UNTUK D! K3N4NG"



Warna langit sudah agak kelam, dan tak lama pula terlihat kerlipan bintang yang bertaburan. Suara binatang malam mulai menyanyikan nada nina bobok hingga membuat orang tertidur lelap. Tapi, gadis kurus itu masih sibuk mengerjakan PR yang harus dikumpulkan besok pagi. Tiba-tiba iya teringat akan Erik. ” Erik lagi ngapain ya?, apa iya udah ngerjain PR?. Ah sudahlah, mau dia buat atau tidak itu kan bukan urusanku!”. Batin Andini dalam hati. Tak lama kemudian iya membereskan alat-alat tulisnya lalu kemudian, iya beranjak ketempat tidurnya. Malam yang semakin larut dengan cepat mengajak Andini terbang kealam mimpi. Bibi Aryati yang sibuk dengan jahitannya pun mulai terlihat menguap, itu menandakan bahwa beliau harus segera tidur. Gak lama terlihat bibi Aryati menuju kamar tidur yang letaknya berhadapan dengan kamar Andini. Suasana malam yang semakin kelam dan dingin makin membuat orang tertidur pulas.

Pagi mulai cerah. Matahari mulai menampakkan wujudnya, meskipun sebagian masih bersembunyi dibalik bukit. Disekolah Andini segera mencari Erik untuk menanyakan tentang PR yang diberikan oleh pak Suherman kemarin. Iya melirik kesana kemari. Hingga akhirnya, kedua matanya menemukan sosok Erik yang berdiri dilapangan basket. ” Erik........!” semenit yang lalu Andini menyebutkan nama tersebut. Tapi saat ini Erik tidak sendirian, iya bersama seorang cewek cantik, berbody ramping semampai, berkulit putih dan berambut sebahu. Andini sendiri tidak tahu siapa nama cewek tersebut, yang pastinya saat ini Andini melihat keakraban diantara keduanya.

”Apakah Andini cemburu?” itu merupakan sebuah pertanyaan koyol buat Andini. Karena siapa sih yang gak tau kalau Andini dan Erik sudah lama jadian, bahkan sudah 2 tahun. Andini memang cantik, pinter, ramah, pokoknya semua sikap yang dimiliki Andini sangat bersahabat. Jadi, iya gak perlu cemburu melihat Erik berduaan bersama seorang wanita cantik barusan. Toh setau dia, Erik gak pernah menyakiti dia sampai detik ini.

Matahari mulai meninggi, udara siang ini terasa sangat panas bahkan membuat gerah. Entah berapa botol aqua gelas yang sudah diteguknya. Tapi, kerengkongannya masih terasa kering. Tidak biasanya Andini pulang sekolah sendirian, karna biasanya iya selalu ditemani Erik. Tapi, setelah dicari kemana-mana Erik tidak juga ditemukannya. Peluh yang telah membanjiri tubuhnya pun kini telah mengering. Entah berapa kali Andini mondar-mandir didepan gerbang ini. Namun alangkah kecewanya Andini karena Erik tidak juga kelihatan.

”Hai Din. Kok sendirian? Erik mana?’ tanya Emi membuyarkan lamunannya.

”Entahlah. Tadi aku sudah mencarinya tapi dia tidak ada” kata Andini dengan nada kecewa.

” Emangnya dia gak ngasih tau kamu kemana dia pergi?”

” Enggak tu. Emang kamu tau dia dimana?”

“ Tadi sih aku lihat dia ama seorang cewek. Tapi, aku gak tau juga sih kemana mereka pergi?”

“ Oya Din, kamu mau pulang bareng aku gak?”

” Ah, gak usah deh Mi, biar aku naek angkot aja”.

” Ya udah kalau gitu, aku duluan ya!” kata Emi sambil berlalu dari hadapan Andini.

Baru saja Emi menghilang dari hadapan Andini. Tiba-tiba, sebuah sepeda motor dengan kecepatan tinggi menuju kearah andini dan bruukkk..... tubuh Andini terlempar kepinggir jalan. Entah apa yang terjadi selanjutnya. Andini sudah tidak tahu lagi. Yang dilihatnya kemudian hanya suasana yang serba putih. Diliriknya kesana kemari. Tak ada siapa-siapa. Infus masih tergantung menetes sedikit demi sedikit. Ditatap langit kamar saat itu. Bisu, hanya suara beberapa pasien terdengar merintih menahan sakit. Ada tangis menyesakkan dada saat disadarinya tak ada papa dan juga mama disisinya. Kini ia hanya terbaring sendiri tanpa ada yang menemaninya, pikirannya kacau. Kini baru iya tahu, betapa gak enak tinggal diruangan yang serba putih ini.

5 menit telah berlalu, pintu kamar didorong dari luar. Satu sosok yang sangat Andini kenal masuk kedalam, iya menjinjing plastik kecil yang berwarna putih.

” Rudy...!” nama itu keluar mulus dari mulut Andini.

Rudy yang mendengar namanya disebut langsung menoleh. Seulas senyum dipamerkannya kepada Andini. Lalu iya mendekati Andini.

” Rud....., apa kamu yang membawa aku kemari?”

”Iya, apa kamu keberatan?” tanya Rudy

’Ah, ....engg.....enggak kok Rud, makasih ya, kamu dah bawa aku kemari. Kalau nggak ada kamu aku gak tahu ngimana jadinya aku sekarang”.

”Sudahlah Din gak usah dipikirkan.” kata Rudy kemudian.

Jujur, saat inilah baru terasa oleh Andini bahwa selama ini iya telah berprasangka buruk terhadap Rudy. Menurut yang iya dengar dari Erik, Rudy ingin menyingkirkan Andini dari kelasnya agar iya dapat meraih peringkat pertama. Karena selama ini Rudy selalu jadi yang terbawah dari Andini. Karena itulah Andini berusaha menjauhi Rudy selama ini.

Tiga minggu telah berlalu. Andini sudah kembali dari dari RS. Seminggu telah dihabiskannya dirumah, namun Erik tak kunjung datang. Disekolah pun Erik selalu menghindar. Sikap Erik jelas-jelas sangat berubah membuat Andini penasaran. Pernah sekali Andini minta penjelasan dari Erik. Tapi, Erik sendiri malah tidak menanggapinya. Benci, kini bersarang didalam benak Andini. Mungkin kalian bisa ngebayangin gimana rasanya punya cowok, tapi udah gak peduli lagi ama kita. Bukan itu saja, dihari-hari berikutnya pun Andini sering melihat Erik jalan bareng ke mol ama cewek itu. Betapa teririsnya hati Andini. Seharusnya kalau Erik udah gak senang jalan ama Andini lagi kan dia bisa ngomong ke Andini, Bukannya malah diam membisu. Dia sih enak, gak ada Andini disisinya masih ada cewek lain. Tapi Andini sendiri.......

Sebulan telah berlalu, beberapa minggu telah terlewati, hari-hari Andini masih sepi. Erik sendiri bahkan sudah tak ingin bertegur sapa lagi dengan Andini. Tapi itu tidak membuat Andini tersisih, karna disisi lain masih ada Rudy yang mau menemaninya. Rudy memang menyukai Andini, walaupun Andini sendiri tidak mengetahuinya. Rudy sendiri sengaja menyembunyikan perasaannya karena iya tidak ingin dikatakan pagar makan tanaman. Meskipun sampai detik ini Erik sangat membenci Rudy. Keakraban antara Andini dengan Rudy membuat Andini berani curhat ke Rudy tentang masalah yang sedang dihadapinya. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk mencari tau siapa perempuan itu sebenarnya.

Angin berhembus sepoi-sepoi, warna langit sudah agak kelam ketika Andini melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumahnya. Tapi, Andini sangat terkejut tatkala melihat seorang wanita berdiri diambang pintu. Wanita itu adalah wanita yang sering dilihat Andini bersama Erik akhir-akhir ini. Karena wanita itulah yang sering datang kesekolah Andini untuk bertemu dengan Erik dan wanita itu pula yang telah merubah Erik dari 800 menjadi 900.

“ Ada yang bisa saya bantu?” tanya Andini dengan suara gemetar.

” Apa kamu yang bernama Andini?”

” Iya, saya Andini. Ada apa?”

” Kenalkan namaku Soraya”. Kata Soraya memperkenalkan diri.

” Ada perlu apa kamu kemari?” tanya Andini penasaran.

“ Andini, aku ingin kamu melupakan Erik. Karna aku dan Erik tidak mungkin berpisah lagi. Aku tidak ingin kamu kecewa karna berharap pada Erik. Aku rasa masih banyak cowok lain yang ingin mendapatkan hatimu.”

” Boleh aku tahu apa yang terjadi sebenarnya? Karna aku gak akan ninggalin Erik tanpa alasan yang jelas.”

Soraya menatap Andini penuh kekaguman. Kagum pada keadaan gadis yang sederhana ini dan mungkin juga kagum pada ketabahan dan kemurahan hatinya meskipun iya sendiri tau, kehadiranya dalam kehidupan Erik telah melukai perasaan Andini. Namun iya juga tidak bisa berbohong kalau jauh didasar hatinya iya sangat mencintai Erik juga.

”Kamu benar-benar ingin tahu?” tanya Soraya dengan Hati-hati.

Andini yang masih diliputi tanda tanya langsung menganggukkan kepalanya. Soraya hanya tersenyum lalu berkata:

” Sebenarnya aku dan Erik sudah saling mencintai sejak aku duduk dikelas 6 SD, dan sampai detik ini aku masih mencintainya. Kami berpisah waktu aku lulus SMP. Aku pindah ketanggerang saat itu karna papa ku dipindah tugaskan oleh perusahaannya. Dan saat ini aku kembali lagi kemari untuk menjemput cintaku kembali. Dan Erik sendiri tidak merasa keberatan. Mungkin kamu mengerti gimana rasanya pisah bertahun-tahun dengan orang yang kita sayangi. Dan itu benar-benar gak enak Andini, Aku tersiksa.

Sejenak hati yang tenang itu bergemuruh. Mata Andini pun mulai berkaca-kaca. Ada tangis memilukan tapi sejenak iya sadar walaupun iya menangis yang pergi itu tidak akan kembali. Kemudian Soraya permisi pulang. Namun Andini sendiri merasa sangat terpukul oleh berita yang didengarnya dari Soraya. Seandainya Erik yang menceritakan semua itu, mungkin Andini masih bisa memakluminya. Tapi hari ini, berita itu justru iya dengar dari orang lain meskipun iya orang terdekat bagi Erik.

Keesokan harinya Andini menemui Erik. Saat itu Erik sedang duduk sendirian dikantin.

”Rik, boleh aku nanyak sesuatu?” tanya Andini ragu-ragu.

”Boleh” jawab Erik singkat.

” Apa benar cewek yang sering nemuin kamu disekolah itu pacar kamu?”

Erik sangat terkejut. Tapi iya tidak menjawab pertanyaan Andini barusan. Erik hanya mampu menunduk dan tak berani menatap wajah Andini. Iya tidak tega melihat wanita dihadapannya apa bila iya harus menjawab pertanyaan tadi. Iya juga merasa bersalah pada Andini karna tidak menceritakan kebenaran ini sebelum Soraya datang kembali dalam kehidupannya.

” Rik, tolong kamu jawab pertanyaan aku barusan?”

” Aku tidak ingin menjawabnya. Aku tidak ingin kamu terluka nantinya”.

” Aku akan lebih terluka kalau kamu tidak menjawabnya Erik”. Kata Andini sedikit emosi.

Erik menatap Andini lama. Kemudian Erik pergi meninggalkan Andini yang masih diliputi tanda tanya. Andini sendiri tidak tau harus bagaimana. Mau marah?, Tapi pada siapa?. Apakah iya harus benci sama sikap Erik terhadapnya selama ini? Dan itu juga percuma.

Semenjak kejadian itu Erik tidak pernah nampak lagi disekolah. Andini sendiri tidak tau kemana perginya Erik. Teman-temannya juga sudah pernah mencari Erik kerumahnya tapi, rumah Erik sudah kosong saat itu. Tetangganya juga tak tau kemana mereka pindah. ”Kemana perginya Erik?” itulah yang menjadi pertanyaan dalam benak mereka masing-masing hingga tak terasa hari terlewati begitu saja tanpa ada lagi tanda tanya dalam hati tentang Erik yang menghilang tanpa alasan yang jelas. Tak terasa sudah satu tahun Andini tidak mendengar kabar tentang Erik lagi. Entah dimana Erik berada saat ini. Tak satu pun ada yang tahu keberadaan Erik, bahkan satu persatu dari teman-temannya sudah melupakannya. Namun, hanya ada satu orang yang masih mengigatnya, Siapa lagi kalau bukan Andini. Iya tidak mungkin melupakannya. Meskipun setelah kejadian dikanti itu Erik pergi tanpa berita. Hingga yang tinggal kini hanyalah sebuah penyesalan.

Berhari-hari Andini menunggu Erik kembali. Tapi sayang, yang ditunggu juga tidak kembali. Hingga akhirnya iya menerima Rudy dalam kehidupannya. Hari-hari yang dilalui Andini pun mampu membuat dia bahagian. Semua kenangan buruk yang pernah mampir dihidupnya seakan terhapus oleh pelangi-pelangi yang bermunculan dipagi hari. Tapi apa yang terjadi kemudian?, Erik muncul lagi. Iya mendekati Andini bahkan berusaha membujuk Andini untuk kembali kepadanya. Iya ingin Andini yang sekarang berubah menjadi Andini yang dahulu. Tapi sayang, semua itu sudah terlambat. Andini sekarang telah menjadi Andini-Rudy, bukan Andini-Erik. Lelah sudah Erik berusaha menyakinkan Andini kalau iya sebenarnya masih sayang dan sangat mencintai Andini. Namun Andini tetap bersikeras untuk memilih Rudy dari pada Erik. Memang, Andini pernah sayang sama Erik. Tapi itu dulu, sebelum Erik meninggalkan Andini yang masih diliputi berbagai tanda tanya dibenaknya. Kini perasaan itu sudah agak memudar, semenjak hilangnya Erik dari pandangannya. Lagian, rasa sayang yang dimiliki oleh Andini dulu belum menjalar. Rasa itu hanya tumbuh mekar dihati. Tetapi karena tidak disiram iya pun layu juga.

”Rik, kamu boleh bicara apa saja. Tapi ingat Rik, seseorang bisa saja berubah. Termasuk aku”.

” Kamu boleh berubah Din, tapi aku.....aku sayang kamu Din. Ak....ak....aku gak mungkin ngebohongin perasaan aku sendiri”.

” Sayang?, Sayang yang seperti apa sih yang kamu punya?. Kalau kamu emang sayang sama aku, dimana kamu saat aku butuhkan?, dimana kamu Rik? dimana....?”.

” Aku gak tahu kalau kamu mengalami kecelakaan Din. Aku....aku benar –benar gak tahu”.

” Lalu saat aku temui kamu disekolah waktu itu kamu juga tidak tahu, atau..... pura-pura gak tahu sih!”.

Nada emosi Andini kini meluap-luap dibenaknya. Iya benci Erik saat ini, ia ingin sekali pergi dari hadapan Erik saat itu juga.

Suasana hening seketika. Andini terpaku diam membisu. Begitu juga dengan Erik dan Rudy. Tak ada yang bicara saat itu, hingga akhirnya Rudy menyentuh bahu Andini.

” Rik, maafin aku. Aku.... aku telah termakan emosi. Sekali lagi, maafin aku ya?”.

” Kamu gak salah kok, akulah yang salah. Aku egois, aku....”. belum sempat Erik meneruskan kata-katanya Andini langsung memotongnya.

” Sudahlah Rik, sebaiknya kamu pikirkan masa depan mu. Anggaplah kebersamaan kita dulu hanya pantas untuk dikenang, bukan untuk diabadikan. Mungkin kehadiran ku dalam hidupmu telah banyak menyusahkanmu. Carilah jati dirimu yang telah lama hilang seiring waktu yang terus berputar. Bukankah cinta itu tidak mesti harus memiliki?”.

Setelah berkata demikian, Andini pergi meninggalkan Erik dan Rudy. Perasaannya kacau saat itu. Karena walaupun iya berkata demikian, namun disudut hatinya yang terdalam masih tersimpan rasa sayang dan cintanya terhadap Erik meskipun itu hanya sedikit. Tapi dilain sisi Andini juga sangat mencintai Rudy. Iya tidak ingin melukai perasaan cowok yang satu itu. Mungkin iya harus berfikir keras untuk mengambil suatu keputusan, pilih Erik yang pernah meninggalkannya atau Rudy yang setia menemani hari-harinya. Berat mamng untuk menentukan pilihan jika takdir telah menentukan yang demikian. Akhirnya Andini pun memutuskan untuk tidak memilih salah satu dari mereka. Tidak Erik, tidak juga Rudy. Iya ingin sendiri. Hidup tanpa beban dan masalah yang dihadapi. Iya ingin bebas seperti camar, camar yang terbang bebas diangkasa sana tuk merobek cakrawala.

(Rahmawati, 15 April 2004).